Kamis, 08 Oktober 2009

Senin, 07 September 2009

pesta kematian di tana toraja

Di Tana Toraja sendiri memiliki dua upacara adat besar yaitu Rambu Solo' dan Rambu Tuka. Rambu Solo' merupakan
upacara penguburan, sedangkan Rambu Tuka, adalah upacara adat pernikahan atau selamatan rumah adat yang baru, atau yang baru
saja selesai direnovasi.
Rambu Solo' merupakan acara tradisi yang sangat meriah di Tana Toraja, karena memakan waktu berhari-hari untuk
merayakannya. Upacara ini biasanya dilaksanakan pada siang hari, saat matahari mulai condong ke barat dan biasanya
membutuhkan waktu 2-3 hari. Bahkan bisa sampai dua minggu untuk kalangan bangsawan. Kuburannya sendiri dibuat
di bagian atas tebing di ketinggian bukit batu.
di kalangan orang Tana Toraja, semakin tinggi tempat jenazah tersebut diletakkan, maka semakin
cepat pula rohnya sampai ke nirwana.
Upacara ini bagi masing-masing golongan masyarakat tentunya berbeda-beda. Bila bangsawan yang meninggal dunia,
maka jumlah kerbau yang akan dipotong untuk keperluan acara jauh lebih banyak dibanding untuk mereka yang bukan
bangsawan. Untuk keluarga bangsawan, jumlah kerbau bisa berkisar dari 24 sampai dengan 100 ekor kerbau.
Sedangkan warga golongan menengah diharuskan menyembelih 8 ekor kerbau ditambah dengan 50 ekor babi, dan
lama upacara sekitar 3 hari.
Tapi, sebelum jumlah itu mencukupi, jenazah tidak boleh dikuburkan di tebing atau di tempat tinggi. Makanya, tak jarang
jenazah disimpan selama bertahun-tahun di Tongkonan (rumah adat Toraja) sampai akhirnya keluarga almarhum/
almarhumah dapat menyiapkan hewan kurban. Namun bagi penganut agama Nasrani dan Islam kini, jenazah dapat
dikuburkan dulu di tanah, lalu digali kembali setelah pihak keluarganya siap untuk melaksanakan upacara ini.
Bagi masyarakat Tana Toraja, orang yang sudah meninggal tidak dengan sendirinya mendapat gelar orang mati. Bagi
mereka sebelum terjadinya upacara Rambu Solo' maka orang yang meninggal itu dianggap sebagai orang sakit. Karena
statusnya masih 'sakit', maka orang yang sudah meninggal tadi harus dirawat dan diperlakukan layaknya orang yang
masih hidup, seperti menemaninya, menyediakan makanan, minuman dan rokok atau sirih. Hal-hal yang biasanya
dilakukan oleh arwah, harus terus dijalankan seperti biasanya.
Jenazah dipindahkan dari rumah duka menuju tongkonan pertama (tongkonan tammuon), yaitu tongkonan dimana ia
berasal. Di sana dilakukan penyembelihan 1 ekor kerbau sebagai kurban atau dalam bahasa Torajanya Ma'tinggoro
Tedong, yaitu cara penyembelihan khas orang Toraja, menebas kerbau dengan parang dengan satu kali tebasan saja.
Kerbau yang akan disembelih ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu. Setelah itu, kerbau tadi
dipotong-potong dan dagingnya dibagi-bagikan kepada mereka yang hadir.
Jenazah berada di tongkonan pertama (tongkonan tammuon) hanya sehari, lalu keesokan harinya jenazah akan
dipindahkan lagi ke tongkonan yang berada agak ke atas lagi, yaitu tongkonan barebatu, dan di sini pun prosesinya
sama dengan di tongkonan yang pertama, yaitu penyembelihan kerbau dan dagingnya akan dibagi-bagikan kepada
orang-orang yang berada di sekitar tongkonan tersebut.
Seluruh prosesi acara Rambu Solo' selalu dilakukan pada siang hari. Siang itu sekitar pukul 11.30 Waktu Indonesia
Tengah (Wita), kami semua tiba di tongkonan barebatu, karena hari ini adalah hari pemindahan jenazah dari tongkonan
barebatu menuju rante (lapangan tempat acara berlangsung).
Jenazah diusung menggunakan duba-duba (keranda khas Toraja). Di depan duba-duba terdapat lamba-lamba (kain
merah yang panjang, biasanya terletak di depan keranda jenazah, dan dalam prosesi pengarakan, kain tersebut ditarik
oleh para wanita dalam keluarga itu).
Prosesi pengarakan jenazah dari tongkonan barebatu menuju rante dilakukan setelah kebaktian dan makan siang.
Barulah keluarga dekat arwah ikut mengusung keranda tersebut. Para laki-laki yang mengangkat keranda tersebut,
sedangkan wanita yang menarik lamba-lamba.

Minggu, 05 April 2009

KUBURAN TORAJA

Bagaimana pentingnya Tongkonan dalam kehidupan masyarakat Toraja, begitu pula Liang (kuburan adat keluarga) yang dinamakan Tongkonan Tangmerambu (tongkonan tak berasap) mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan Kebudayaan Suku Toraja, karena menurut Aluk Todolo, Liang atau Tongkonan Tangmerambu itu adalah pasangan dari Tongkonan yang sebenarnya, makanya Tongkonan yang merupakan warisan dan pusaka keluarga, demikian pula Liang adalah pula warisan dan pusaka keluarga dari manusia yang lahir dari manusia yang pertama membangun Tongkonan dan Liang tersebut.
Menurut falsafah ajaran Aluk Todolo bahwa manusia itu sama saja pada waktu hidup dan matinya oleh kalau hidup berkumpul di Rumah Tongkonan dan kalau mati berkumpul tulang belulang di dalam satu Liang atau Kuburan sebagai Tongkonan Tangmerambu.
Menurut ajaran Aluk Todolo matinya manusia adalah perubahan status saja semata – mata yang dari keadaan nyata ke alam gaib, karena keadaan seseorang itu sama saja dengan keadaannya pada waktu mati dan pada waktu hidup, makanya suatu hal yang sangat penting adalah setiap jasad manusia mati perlu mendapat pelayanan sama seperti pada waktu orang itu masih hidup, dan sebagai salah satu sebab setiap orang membangun tongkonan pada waktu hidup dan untuk matinya dibuatnya pula Liang sebagai pasangan daripada Tongkonannya yang nanti kalau mati akan dikuburkan ke dalam Liang, pasangan daripada tongkonan tersebut, dan seterusnya pula Liang tersebut akan menjadi warisan kepada turunannya seterusnya sama seperti kedudukan Tongkonan bagi kehidupan manusia.

Kamis, 26 Maret 2009

Rabu, 18 Maret 2009

AGAMA VS BUDAYA TORAJA

Bukan suatu hal baru bahwa budaya toraja menjadi suatu hal yang sering di pertentangkan,baik oleh para agamawan,pemuka adat,bahkan sampai masyarakat biasa pun sering mempertentangkan masalah budaya toraja(utamanya budaya rambu solo/pesta kematian) yang dinilai bertentangan dengan norma-norma agama. melalui kolom komentar, kami persilahkan kepada seluruh masyarakat toraja bahkan luar toraja untuk memberikan komentarnya ...tentunya dengan alasan yang riil.
atas komentar anda,diucapkan terima kasih!!!

Senin, 16 Maret 2009

FOTO ORANG TORAJA

Upacara adat

Di wilayah Kab. Tana Toraja terdapat dua upacara adat yang amat terkenal , yaitu upacara adat Rambu Solo’ (upacara untuk pemakaman) dengan acara Sapu Randanan, dan Tombi Saratu’, serta Ma’nene’, dan upacara adat Rambu Tuka. Upacara-upacara adat tersebut di atas baik Rambu Tuka’ maupun Rambu Solo’ diikuti oleh seni tari dan seni musik khas Toraja yang bermacam-macam ragamnya.

Rambu Solo

Adalah sebuah upacara pemakaman secara adat yang mewajibkan keluarga yang almarhum membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi.

Tingkatan upacara Rambu Solo

Upacara Rambu Solo terbagi dalam beberapa tingkatan yang mengacu pada strata sosial masyarakat Toraja, yakni:

  1. Dipasang Bongi: Upacara pemakaman yang hanya dilaksanakan dalam satu malam saja.
  2. Dipatallung Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama tiga malam dan dilaksanakan dirumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan.
  3. Dipalimang Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama lima malam dan dilaksanakan disekitar rumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan.
  4. Dipapitung Bongi:Upacara pemakaman yang berlangsung selama tujuh malam yang pada setiap harinya dilakukan pemotongan hewan.

Upacara tertinggi

Biasanya upacara tertinggi dilaksanakan dua kali dengan rentang waktu sekurang kurangnya setahun, upacara yang pertama disebut Aluk Pia biasanya dalam pelaksanaannya bertempat disekitar Tongkonan keluarga yang berduka, sedangkan Upacara kedua yakni upacara Rante biasanya dilaksanakan disebuah lapangan khusus karena upacara yang menjadi puncak dari prosesi pemakaman ini biasanya ditemui berbagai ritual adat yang harus dijalani, seperti : Ma’ tundan, Ma’balun (membungkus jenazah), Ma’roto (membubuhkan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah), Ma’ Popengkalao Alang (menurunkan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan), dan yang terkahir Ma’ Palao (yakni mengusung jenazah ketempat peristirahatan yang terakhir).

Berbagai kegiatan budaya yang menarik dipertontonkan pula dalam upacara ini, antara lain :

  1. Mapasilaga tedong (Adu kerbau), kerbau yang diadu adalah kerbau khas Tana Toraja yang memiliki ciri khas yaitu memiliki tanduk bengkok kebawah ataupun kerbau yang berkulit belang (tedang bonga), tedong bonga di Toraja sangat bernilai tinggi harganya sampai ratusan juta; Sisemba (Adu kaki)
  2. Tari tarian yang berkaitan dengan ritus rambu solo seperti : Pa’Badong, Pa’Dondi, Pa’Randing, Pa’Katia, Pa’papanggan, Passailo dan Pa’pasilaga Tedong; Selanjutnya untuk seni musiknya: Pa’pompang, Pa’dali-dali dan Unnosong.;
  3. Ma’tinggoro tedong (Pemotongan kerbau dengan ciri khas masyarkat Toraja, yaitu dengan menebas kerbau dengan parang dan hanya dengan sekali tebas), biasanya kerbau yang akan disembelih ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu.

Kerbau Tedong Bonga adalah termasuk kelompok kerbau lumpur (Bubalus bubalis) merupakan endemik spesies yang hanya terdapat di Tana Toraja. Ke-sulitan pembiakan dan kecenderungan untuk dipotong sebanyak-banyaknya pada upacara adat membuat plasma nutfah (sumber daya genetika) asli itu terancam kelestariannya.

Menjelang usainya Upacara Rambu Solo’, keluarga mendiang diwajibkan mengucapkan syukur pada Sang Pencipta yang sekaligus menandakan selesainya upacara pemakaman Rambu Solo’.

Rambu Tuka

Upacara adat Rambu Tuka’ adalah acara yang berhungan dengan acara syukuran bisalnya acara pernikahan, syukuran panen dan peresmian rumah adat/tongkonan yang baru, atau yang selesai direnovasi; menghadirkan semua rumpun keluarga, dari acara ini membuat ikatan kekeluargaan di Tana Toraja sangat kuat semua Upacara tersebut dikenal dengan nama Ma’Bua’, Meroek, atau Mangrara Banua Sura’.

Untuk upacara adat Rambu Tuka’ diikuti oleh seni tari : Pa’ Gellu, Pa’ Boneballa, Gellu Tungga’, Ondo Samalele, Pa’Dao Bulan, Pa’Burake, Memanna, Maluya, Pa’Tirra’, Panimbong dan lain-lain. Untuk seni musik yaitu Pa’pompang, pa’Barrung, Pa’pelle’. Musik dan seni tari yang ditampilkan pada upacara Rambu Solo’ tidak boleh (tabu) ditampilkan pada upacara Rambu Tuka’.